Pages

Selasa, 26 Juli 2011

SMP Negeri 9 Madiun

Lulus dengan Mulus

TAHUN ajaran 2010/2011 berakhir manis bagi SMPN 9 (Spenby). Soalnya, sekolah yang berlokasi di Jalan Campursari Kota Madiun itu berhasil meluluskan semua siswa-siswinya alias lulus 100 persen. ‘’
Keberhasilan ini merupakan buah kerja keras dari semua pihak, baik guru maupun siswa, dalam menghadapi UAN,’’ tutur Bu Retno Pudjiastuti, kepala sekolah.
Jauh-jauh hari sebelum UAN, pihak sekolah sudah mempersiapkan diri menghadapi ujian yang menentukan kelulusan itu. Mulai pertengahan semester satu, anak-anak kelas 9 sudah diberi IB. “Pemberian IB disesuaikan tingkat prestasi anak secara berkelanjutan sehingga tingkat pemahamanya lebih mendalam,’’ jelasnya. 
Siswa yang punya prestasi di batas atas, lanjut Bu Retno, diberi pengayaan. Sedangkan murid yang prestasinya ada di batas bawah, ikut bimbingan dengan frekuensi lebih banyak dan lebih diperdalam dibanding lainnya. ‘’Selain itu, satu minggu sebelum UAN, siswa kelas 9 memperoleh jadwal pelajaran khusus dengan materi pelajaran UA yang diisi latihan-latihan soal dan tanya jawab,’’ ungkapnya.
Nggak cuma itu, pada awal semester dua, siswa kelas 9 diikutkan uji coba atau try out untuk mengukur kesiapannya dalam menempuh UAN. ‘’Try out-nya sebanyak empat kali. Dari hasil uji coba ini  dapat diketahui kesiapan siswa dalam menghadapi ujian.’’
Biar begitu, anak-anak kelas 9 nggak ada yang mengeluh. Malah, mereka menyambut antusias adanya IB maupun try out itu. ”Awalnya aku merasa belum siap menghadapi UAN, tapi dengan adanya IB mau gak mau ya harus belajar “ tutur Maya, salah satu siswa kelas 9 C.
Hasilnya nggak sia-sia, Maya dan siswa kelas 9 lainnya meraih nilai yang memuaskan. Bahkan, ada siswa Spenby yang mendapatkan DANEM 37,00  dan diterima di salah satu SMA favorit di Kota Madiun. (*)

Sekolah Hijau, Belajar pun Enjoy
BEGINILAH asyiknya sekolah yang punya lingkungan bersih dan hijau. Siswanya jadi betah berlama-lama di sekolah. Itu juga yang dirasakan anak-anak SMPN 9 (Spenby) Madiun. ‘’Adem pokoknya. Belajar pun terasa enjoy,’’ ujar salah satu siswa.
Lingkungan Spenby yang bersih dan hijau itu merupakan buah dari program Green School to Healthy School Environment. Apalagi, semua waraga sekolah kompak menjadikan sekolahnya nyaman untuk proses belajar mengajar. ‘’Kita menggunakan pola pikir  always think green everywhere everything,’’ jelas Bu Retno Pudjiastuti, kepala sekolah.
Menurut Bu Retno, program kerja Adiwiyata di SMPN 9 bersinergi juga dengan program kerja UKS. ‘’Kata kunci kami adalah menjadikan sekolah sebagai wahana perubahan karakter berperilaku hidup sehat dan berbudaya peduli lingkungan,’’ ungkapnya.
Pelaksanaan UKS di Spenby, lanjut Bu Retno, bertujuan agar siswa berperilaku hidup sehat yang dapat berguna bagi siswa itu sendiri maupun masyarakat luas. ‘’Terkait Adiwiyata ini sekolah kami juga ada pelajaran lingkungan hidup,’’ tuturnya.
Adanya pelajaran lingkungan hidup itu bikin siswa benar-benar memahami apa sih lingkungan itu, dan gimana cara merawat lingkungan dengan benar. ‘’Sehingga anak-anak makin bersemangat untuk terus menjadikan lingkungan sekolahnya hijau nan rindang,’’ kata Bu Retno.
Kepedulian siswa Spenby pada lingkungan sekolah membuahkan seabrek prestasi. Antara lain, juara 1 Sekolah Sehat Kanwil Depag Jatim 2004, penghargaan Adiwiyata 2010, juara 2 LLSS Jawa Timur 2011, nominasi A sekolah Adiwiyata 2011, dan masih banyak lagi. ‘’Alhamdulilah selangkah lagi SMPN 9 Madiun menuju calon sekolah Adiwiyata dan sekolah sehat tingkat nasional,’’ tutur Bu Retno. (*)


Asah Kepribadian lewat Seni Tari

Spenby Raih
Peringkat 4 FLSSN
PENAMPILAN boleh gaul, tapi anak-anak SMPN 9 (Spenby) Madiun nggak lantas ngelupain budaya Nusantara. Buktinya, ekskul seni tari yang diadain di sekolah itu sejak tiga tahun silam nggak pernah sepi peminat.
''Aku enjoy banget ikut ekskul tari. Apalagi, guru pembimbingnya seru dan akrab sama kita-kita. Aku yang awalnya nggak tau sama sekali tentang seni tari, sekarang sudah menguasai beberapa tarian,'' kata Windhy, salah satu siswa.
Kata Windi, seni tari itu banyak manfaatnya lho. Bisa melatih kedisiplinan dan tanggung jawab. Juga mengasah kekompakan. Soalnya, kalau tari berkelompok kan dituntut bisa bekerja sama. ''Semua itu bisa membuat kita jadi sosok yang berkepribadian,'' ungkapnya.
Adalah Bu Teky Dwi Anasari, perintis sekaligus pengajar seni tari di SMPN 9 sejak tiga tahun terakhir. Berkat tangan dingin bu guru satu ini pula, anak-anak Spenby sering tampil di berbagai even, baik dalam sekolah maupun di luar sekolah. Bahkan tahun lalu Spenby mengirimkan tim tarinya untuk mengikuti lomba pekan seni pelajar tingkat Kota Madiun.
Untuk tahun ini, tepatnya bulan April lalu, Spenby mengikuti FLSSN tingkat kota dan meraih peringkat empat. ''Ya lumayan lah....Spenby bisa berprestasi meskipun belum mendapat juara pertama. Ini sudah merupakan pengalaman beharga melatih mental kami dan menumbuhkan semangat untuk lebih giat berlatih dan dapat mengukir prestasi lebih baik,'' tutur Bu Teky. (*)

Ploncoan, No Way!

MOS, Anak-anak Spenby
Kompak Tolak Narkoba
MOS (masa orientasi siswa) berisi ploncoan itu sih udah kuno. Soalnya, MOS kayak gitu malah bikin siswa nervous sama lingkungan barunya. So, SMPN 9 (Spenby) Madiun sengaja ngadain MOS dengan kegiatan dan penyampaian materi pengetahuan yang bermanfaat. Pokoknya, tanpa kekerasan dan bebas perploncoan.
Apa saja materinya? Macem-macem, mulai dari tata krama siswa, tata tertib sekolah,  tips belajar  yang efektif, baris berbaris , pelaksanaan upacara , UKS , Adiwiyata, sampe penyuluhan narkoba. “Seneng banget ikut MOS di Spenby, soalnya di sini aku mendapat banyak pengetahuan,“ kata Andina, salah satu siswa baru SMPN 9.
Materi yang menarik perhatian siswa baru Spenby adalah penyuluhan narkoba. Di situ anak-anak diputerin sebuah film tentang dampak negatif penggunaan narkoba . Mereka begitu serius menonton sampe film berakhir. “Narkoba no, belajar yes , prestasi yes, “ teriak peserta MOS setelah pemutaran film usai.
     Menurut salah satu guru Spenby, dalam MOS kali ini siswa-siswi baru lebih dikenalkan pada cara bersikap yang sopan dan berperilaku santun. Juga gimana mereka dapat menjaga lingkungan sekolah biar selalu kelihatan bersih, indah, sehat, dan nyaman. ‘’Sesuai visi sekolah terwujud insan yang cerdas , kreatif berakhlak mulia , dan berbudaya lingkungan,’’ tuturnya.  (*)


Teater Parodi Spenby Tampil Memukau
DIAM-DIAM, SMPN 9 (Spenby) Madiun menyimpan bakat-bakat seniman teater jempolan. Itu bisa dilihat kalo anak-anak teater sekolah itu lagi beraksi di panggung. Mereka mampu menampilkan akting memukau dan mengundang decak kagum.
Waktu ultah Spenby ke-24 misalnya, mereka mementaskan teater parodi berjudul Panen Sindap. Pertunjukan yang diadain di halaman sekolah itu menarik perhatian ratusan siswa dan guru SMPN 9. Sesekali terdengar gelak tawa manakala pemain membawakan dialog yang lucu dan menggelitik.
Padahal, tau nggak, waktu itu mereka cuma punya waktu sebulan buat mempersiapkan diri. ‘’Tapi karena begitu semangat latihan, penampilan mereka bisa tampil bagus,’’ terang Bu Asriani, pembimbing teater Spenby.
Kenapa pilih teater padodi? Kata Bu Asriani, itu disesuaikan dengan karakter siswa Spenby yang lucu-lucu. ‘’Ssehingga memudahkan siswa mengekspresikan kelucuan yang mereka miliki. Untuk materi yang diberikan pembibing adalah tentang latar panggung, pendalaman karakter dan cara berdialog dengan baik,’’ ungkapnya.
Bu Asriani mengatakan, ekskul teater Spenby yang pesertanya berasal dari kelas 7 dan 8 itu nggak cuma bertujuan mengasah bakat siswa di bidang seni peran. Tapi juga melatih mereka berkreasi dan memupuk rasa percaya diri. ‘’Selain punya pembina dari internal sekolah, kami juga mendatangkan pelatih dari luar yaitu Kak Rangga dan Kak Tika,’’ tuturnya. (*)

Crew:

Minggu, 24 Juli 2011

Berawal dari Bintang Film Korea

Dinobatkan sebagai Putri Lingkungan Hidup 2011 Kabupaten Madiun, kegiatan Novia Putri Miranny Dewi tambah padat. Dia masih sekolah di SMAN 1 Geger, juga ketua GECC (Geger English Creative Communication) dan juga promosi pentingnya keseimbangan lingkungan. Hanya, soal hobi meski kegiatannya padat, Novia tetap menjalaninya. Dia getol membuat komik dan game. ‘’Saya suka mengekspresikan diri dengan menggambar dan membuat semacam komik,’’ katanya kepada Radar Madiun.
Sejak SMP, dia sudah suka iseng mengisi waktu luangnya dengan coret-coret. Kemudian, mencoba melukis sosok pria ganteng di film Korea. Berbekal kekegumannya pada pemain dalam film itu, dia tuangkan dalam komik, dengan alur cerita yang dibuat sendiri. ‘’Awalnya iseng, tapi setelah melihat yang ganteng itu (bintang film Korea), terus ingin lagi, keterusan sampai sekarang,’’ tambahnya.
Pelajar asal Dolopo ini mengaku kemampuannya diperoleh secara otodidak. Berbekal keinginan kuar dan ditunjang motivasi ingin membuat game dengan model baru, Novia mengasah kemampuannya. ‘’Nggak ada yang ngajari, belajar otodidak, karena aku suka game,’’ jelas Novia.
Remaja 16 tahun ini mengaku dalam menyalurkan hobinya itu dia sering mengalami kendala yakni kehilangan ide dan inspirasi. Dia pun mengimbanginya dengan mendengarkan musik dan jalan-jalan ke kawasan pegunungan. ‘’Kalau lagi nggak mood dan tidak ada inspirasi, biasanya hilang dengan mendengarkan musik,’’ terangnya.
Dia mengakui, dengan gelar yang baru disandangnya itu, membuat sikap dan tingkah lakuknya diperhatikan banyak orang atau teman-temannya. Novia kini memilih memberikan keteladanan, dengan tidak menginjak rumput di halaman, serta giat menanam pohon di lingkungan sekolah, rumah dan lahan terbuka. ‘’Gelar ini harus dicintai dan harus bisa jadi inspirasi teman-teman dengan memberikan keteladanan,’’ tuturnya. (pra/irw)

Kamis, 21 Juli 2011

SMAN 1 Ngawi Jadi Pusat Perhatian di Karnaval Hari Jadi

NGAWI – Pernah menonton Jember Fashion Carnaval (JFC)? Nah, nuansa glamour di even yang menjadi ikon kota bagian timur Jatim itu tersaji pada karnaval memperingati Hari Jadi Ngawi ke-653 kemarin (20/7). 
 
Itu seperti diusung rombongan SMAN 1 Ngawi. Tampak gadis-gadis cantik siswa sekolah tampil dengan dandanan memikat. Mereka mengenakan busana dan mahkota dengan aksesoris artistik yang menjuntai. 

Tak pelak mereka menjadi pusat perhatian ribuan warga yang mamadati kawasan Alun-alun Merdeka dan jalur-jalur yang dilalui iring-iringan. Yakni, Jalan Yos Sudarso-Kartini-Trunojoyo- Ronggowarsito-Wahidin- Diponegoro-Sultan Agung. ‘’Memang untuk karnaval ini, kami ingin tampil beda,’’ terang Wakasek SMAN 1 Joko Trihono.

Tak tanggung-tanggung, pada karnaval kali ini SMAN 1 mengerahkan 230 siswa yang terbagi dalam beberapa kategori. Salah satunya, penari yang terdiri 100 pelajar. Sambil berjalan di kerumunan massa, mereka memeragakan tarian tradisonal dengan lemah gemulai. ‘’Sudah ada latihan khusus. Persiapannya sejak sebulan lalu,’’ katanya.

Meski sempat diguyur hujan, warga enggan beranjak hingga karnaval usai. Sebagian memilih berteduh di emperan toko dan pohon sepanjang trotoar. Pun para peserta, tetap bersemangat menyusuri jalur-jalur yang ditentukan. ‘’Wah, apik tenan. Apalagi, kegiatan seperti ini cuma setahun sekali. Makanya, saya bela-belain tetap menonton,’’ ungkap Yayuk Lestari, salah seorang warga, sambil mengendong anaknya.

Sementara itu, Kabag Humas Pemkab Ngawi Eko Purnomo mengatakan bahwa karnaval memeriahkan Hari Jadi dan HUT Kemerdekaan RI ini diikuti 84 peserta. Mereka berasal dari sekolah, kedinasan, dan umum. Sedangkan tema yang diangkat kali ini tentang seni  pewayangan dan budaya tradisional. ‘’ Sebab, wayang merupakan warisan budaya adiluhung yang harus dilestarikan. Wayang juga membawa pesan moral dan cermin kehidupan,’’ tegasnya.

Tambah dia, hari ini (21/7) giliran digelar karnaval pembangunan. Rute yang bakal dilewati sama dengan jalur karnaval kemarin. ‘’Besok (hari ini, Red) pasti meriah juga,’’ ujarnya. (dip/isd)


Rabu, 20 Juli 2011

Rusintha Sabet Miss Best Talent Smada Ngawi 2011

BAKAT main gitar mengantar Rusintha Mahayusanthy Nugrahaningtyas dinobatkan sebagai Miss Best Talent SMAN 2 (Smada) Ngawi 2011. ‘’Pastinya senang dan bersyukur,’’ ujar Rusintha kepada Radar Ngawi.
Rushintha mulai akrab dengan gitar sejak duduk di bangku kelas lima SD. Belajar secara privat pada Tri Sumadyo, pamannya, membuat talentanya kian terasah. ‘’Suka pada gitar karena bias menghasilkan nada yang mellow dan menyentuh kalbu,’’ ungkapnya. 
Tak hanya menguasai alat musik gitar, dia telah menulis bait-bait syair yang siap digubah menjadi lagu. ‘’Latihannya minimal seminggu dua kali. Tapi tergantung suasana hati juga sih. Kalau lagi mood, semingu bisa sampai delapan kali,’’ katanya. Hanya, dia harus pandai-pandai mengatur waktu. Sebab, aktivitasnya di sekolah cukup padat.
Bungsu dari dua bersaudara ini mengaku ingin terus belajar gitar. Itu tak lepas dari obsesinya menjadi musisi. (pra/isd)

Selasa, 19 Juli 2011

Sempoa Buah Hati

Berjaya di Malaysia
SEMPOA Buah Hati kembali mencatat prestasi dunia. Pada International Mental Arithmetic Competition di Malaysia akhir April lalu, tujuh siswa yang dikirim mengikuti ajang tersebut, semuanya menyabet juara.
Ketujuh siswa Buah Hati itu adalah Alfia, Karen, Amanda, Allia, Bertrand, Syta, dan Aren. Mereka bertolak ke Malaysia 28 April. Di sana, bocah-bocah jagoan sempoa itu harus bersaing dengan peserta dari berbagai negara seperti China, Malaysia, India, Bangladesh, dan sebagainya. ''Awalnya sempat nervous. Tapi waktu soal lomba hilang semua,'' kata Alfia.
Sukses tim Sempoa Buah Hati tak lepas dari kurikulum berstandar internasional yang diterapkan di lembaga yang dinahkodai Pujianto ini. “Senang banget aku dapat juara lagi. Pialaku jadi tambah deh...,” ujar Syta sambil menimang piala yang baru didapatnya.
Perjuangan Karen dkk pada kompetisi di Malaysia itu patut diacungi jempol. Soal lomba yang ternyata naik 1 level dibanding waktu latihan, tidak menjadi masalah. Semua dilahap dengan mudah. Rasa cemas saat menunggu pengumuman hasil lomba pun berubah ceria ketika piala sudah ditangan.
Setibanya kembali di Kota Madiun, anak-anak dengan bangga memamerkan hasil kerja keras mereka kepada para guru yang sudah menunggu kedatangan mereka. Para duta Sempoa Buah Hati itu pun dengan senang hati menceritakan pengalamannya selama berlomba di Malaysia. “Aku gak mudeng waktu diajak ngomong sama orang dari India, ya tak liatin tok.” celoteh Amanda.
Kemenangan di Malaysia itu bukan kali pertama diraih siswa Sempoa Buah Hati. Saat lomba di China pada 6 Juni 2010 wakil Buah Hati juga mampu meraih prestasi tinggi. (*)


Akrab lewat Family Day
SEMPOA Buah Hati punya tradisi menarik untuk menjaga kekompakan antar guru, murid, dan para orang tua, yakni menggelar Family Day. Mereka mengunjungi suatu tempat bareng-bareng untuk berwisata sekaligus belajar.
Tahun ini tempat yang dipilih untuk dikunjungi adalah Taman Safari Prigen. Family Day kali ini diselenggarakan 16 Januari lalu. Rombongan berangkat dengan bus pariwisata dari kantor pusat Sempoa Buah Hati di Jalan Bali 35 Madiun pukul 05.30.
Kegembiraan tampak tergambar jelas di wajah anak-anak yang turut serta. Sepanjang jalan mereka tak henti berceloteh dengan temannya. Setibanya di Taman Safari, rombongan segera turun dan berkumpul bersama-sama. “Ayo kita ambil gambar dulu bapak-ibu,” kata Pak Pudjiyanto, pimpinan Sempoa Buah Hati.
Setelah selesai jeprat-jepret, rombongan kembali naik ke bus dan kemudian berkeliling di Taman Safari. Ketika kendaraan mulai melaju menyusuri jalan-jalan di sepanjang lokasi wisata itu, anak-anak terlihat antusias melihat berbagai hewan. “Bu Dila, itu binatang apa kok aku gak pernah lihat?tanya Talitha, salah satu siswa, ketika melihat serombongan kanguru yang asyik menyantap makanan.
Puas melihat beraneka binatang dan atraksi, rombongan bersantai sambil berbincang satu dengan yang lain. Seharian itu benar-benar dimanfaatkan guru dan keluarga murid-murid Sempoa untuk saling mengenal satu sama lain. “Wah, anak-anak senang sekali pak,” komentar Bu Agus, salah satu orang tua yang hari itu mengajak kedua anaknya. (*)


Tingkatkan Kemampuan Otak Anak
BAGI sebagian anak, berhitung merupakan pelajaran yang sulit. Tapi itu tidak berlaku bagi siswa Sempoa Buah Hati. Mereka justru merasa enjoy dan antusias belajar hitung-hitungan angka. ‘’Sempoa membantu anak menghitung cepat operasi dasar matematika yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian,’’ terang  Pak Pudjiyanto, pimpinan Sempoa Buah Hati.
Pak Pudjiyanto mengatakan, pembelajaran dilakukan secara bertahap. Awalnya siswa dikenalkan cara menghitung dengan menggunakan sempoa. Seiring waktu, pelan-pelan siswa diajari cara menghitung dengan bayangan. “Anak yang punya kemampuan sempoa, kalau ikut test IQ poinnya pasti tinggi,’’ ujarnya.
Menurut Pak Pudji-panggilan akrab Pak Pudjiyanto, berlatih sempoa bisa meningkatkan kemampuan kerja otak. ‘’Bahkan anak yang autis saja yang belajar di tempat kami, mendapat kemajuan dalam terapinya,”  ungkapnya.
Sempoa, lanjut Pak Pudji, bisa menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan. Sehingga, anak didiknya selain pandai dalam pelajaran sekolah, juga kreatif. ‘’Anak akan merasa lebih percaya diri. Dan ketakutan terhadap angka akan hilang sama sekali,’’ tuturnya.
Pak Yudi, salah seorang wali murid, mengatakan bahwa setelah ikut les sempoa, nilai pelajaran berhitung putranya meningkat pesat. ‘’Kalau ngerjakan PR matematika paling hanya butuh 5 menit untuk mengerjakan. Nilai ulangan matematika anak kami selalu di atas rata-rata kelas,” ujarnya. (*)


Sempat Degdegan Tunggu Hasil Lomba
Usianya baru menginjak 10 tahun. Tapi soal prestasi jangan ditanya. Dia pernah memenangi lomba sempoa tingkat nasional di Hotel Merdeka Madiun beberapa waktu lalu. Bahkan, pada kompetisi di Kuala Lumpur Malaysia 30 April lalu, bocah ultah setiap 14 Juli itu meraih juara II.
Dialah Karen Nikita Limanda. ''Pastinya senang sekali. Gak percaya lho waktu namaku dipanggil, habisnya udah nunggu lama banget,” ujar Karen di depan guru-guru Sempoa Buah Hati, menceritakan pengalamannya berlomba di Malaysia. “Aku sempat degdegan, tapi setelah tahu aku menang rasanya senang banget.” sambungnya lagi.
Berlomba di luar negeri membuat pengalaman siswi kelas IV itu bertambah. Karen mengaku sempat heran melihat logat bicara peserta dari negara lain, misalnya India. “Bahasanya aneh, aku gak ngerti bahasa India. Tapi aku seneng denger mereka ngomong, lucu sih...” ucap Karen sambil tersenyum simpul. (*)


Teacher Upgrading, Undang Pakar Pendidikan dan Motivator

Dikenalkan Alat Peraga
Edukatif Pelajaran Sempoa
BAGI seorang pengajar, menghadapi bocah dengan berbagai tingkah polahnya menuntut ikut masuk ke dunia anak-anak. Jangan heran kalau di Sempoa Buah Hati sering terlihat pemandangan guru asyik bermain dengan anak didiknya.
Kondisi itu pula menuntut seorang guru harus kreatif. Nah, untuk membekali pendidik agar tak monoton saat mengajar di kelas, 5-6 Maret lalu Buah Hati menyelenggarakan Teachers Upgrading di Sarangan.
Selama 2 hari penuh para guru Buah Hati Learning Center dari berbagai kota berkumpul di Wisma Yolena Sarangan Magetan. Acara itu dihadiri dua pembicara yaitu Bu Sarah Prasasti (pakar pendidikan dari Malang) dan Pak Paulus Sutanto (motivator andal dari Surabaya).
Kepada para guru, Bu Sarah memaparkan teknik pengajaran yang menarik di kelas. Dia juga menunjukkan berbagai alat peraga edukatif untuk diaplikasikan dalam pelajaran sempoa. “Ayo Bu, buat contoh penerapan alat-alat peraga ini di sempoa,’’ kata Pak Pudjiyanto, pimpinan Sempoa Buah Hati, memberi semangat para guru yang sedang berdiskusi dalam kelompok masing-masing.
Bu Sarah juga mengenalkan bermacam gaya belajar anak yang ternyata sangat berpengaruh pada cara mereka memahami pelajaran. “Sekarang saya jadi tahu kalau ternyata anak itu punya gaya belajar yang berbeda. Ini sangat bermanfaat bagi saya dalam mengajar,” ucap Pak Wisnu, salah satu guru dari Semarang.
Sedangkan saat sesi Pak Paulus dan timnya, guru-guru diajak belajar menggali potensi dan pengembangan diri lewat berbagai permainan. Makin malam suasana semakin hangat, diselingi gelak canda dan tawa. Tak ada lagi jarak, semua berkumpul bagai satu keluarga.
Banyak yang didapat dari Teachers Upgrading ini. Guru-guru pembimbing pun mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman baru. Mulai dari cara pengajaran yang edukatif dan menarik, cara meng-handle kelas, cara menghadapi anak, hingga cara manajemen diri di kelas.(*)

Crew:
 

Kamis, 14 Juli 2011

MOSB SMK Yosonegoro, Rame-rame Baca Radar Madiun

MAGETAN – Minat baca masyarakat saat ini dinilai semakin menurun. Fenomena ini terjadi sebagai akibat perkembangan teknologi informasi. ‘’Lihat saja, saat ini anak lebih suka mengakses internet. Terutama lewat handphone,’’ kata Kepala SMK Yosonegoro H Nahari Surur, kemarin (13/7). 

Menyikapi kenyataan tersebut, pada masa orientasi siswa baru (MOSB) tahun ini, SMK Yosonegoro menyisipkan kegiatan ‘’gerakan gemar membaca’’. Selama satu jam, sebanyak 630 siswa baru sekolah kejuruan yang beralamat di Jalan Tripandita Magetan tersebut membaca bareng koran Radar Madiun.

Dari koran terbesar di eks Karesidenan Madiun ini, siswa diminta membaca informasi aktual yang diterbitkan hari itu. Terutama, profil SMK Yosonegoro yang dimuat di halaman Radar Magetan. Bersamaan itu pula, peserta didik baru diwajibkan membuat resume.

‘’Dengan membaca berita per berita, kami berharap anak-anak bisa memahami isinya. Kemudian dilakukan resume dari berita tersebut,’’ kata Nahar.

Gerakan membaca yang digelar di halaman tengah SMK Yosonegoro tersebut berlangsung gayeng. Siswa yang jumlahnya lebih dari 600 anak membentuk komunitas atau kelompok. Koran Radar Madiun-Jawa Pos pun dilahap habis.

Tidak hanya berita lokal Magetan, namun berita-berita lain seperti politik, ekonomi, nusantara, hiburan dan olahraga pun dibaca. ‘’Dunia pendidikan dengan membaca itu sesuatu yang linier dan merupakan satu kesatuan. Dari membaca itulah, anak akan tahu dan harapannya bisa menggenggam masa depan,’’ jelas Nahar.(rif/sat)

Senin, 11 Juli 2011

12 Tahun Radar Madiun

SIDE STORY
Oleh: Bambang H Irwanto

HARI INI, Radar Madiun berulangtahun ke 12. Selama dua belas tahun sudah, kami menyapa pembaca dengan menyuguhkan berita. Ada sekelumit warna menarik dalam proses pencarian berita oleh wartawan Radar Madiun.
***
Pada Rabu, 20 Mei 2009, kami menerima kabar yang menghenyakkan. Pesawat Hercules jatuh di areal persawahan Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan. Sekitar pukul 06.15 WIB, Ockta Prana, salah satu wartawan kami, langsung meluncur ke lokasi . Tentu, untuk ‘memburu’ berita itu. Sepeda motor Yamaha Vega ZR dipacu menuju lokasi. Kala itu, kondisi belum begitu ramai. Naluri wartawan, harus cepat-cepat mendekat ke lokasi kejadian. Caranya, membuntuti truk Paskhas, Ockta menembus titik kejadian tanpa terhambat penjagaan petugas.
Sesampainya di lokasi, motor Vega ZR dijagang  di depan rumah warga. Jaraknya, sekitar 200 meter dari lokasi jatuhnya pesawat. Tubuh tambuh tak menghalaninya, lari ratusan meter menuju kepulan asap yang keluar dari pesawat. Berjam-jam di lokasi, berjibaku dengan kondisi untuk mendapatkan berita terbaik, Ockta Prana harus kembali ke kantor, sore hari.
Tentu, yang dituju pertama adalah sepeda motor yang semula diparkir di depan rumah warga. Alangkah terkejutnya, sepeda motor itu tak ada di lokasi yang diyakininya, sesuai feeling jarak lari, paginya. Jantung berdebar, perasaan waswas, pikiran bingung, menyelimuti Ockta Prana. Maklum, motornya tak ada di lokasi itu. Saat pagi suasana masih sepi, ketika sore hari akan pulang, lokasi sudah begitu ramai dengan ratusan motor yang terparkir.
Pulang ke kantor. Itulah yang diputuskan Ockta, meski tentu perasaannya masih cemas karena motornya belum ditemukan. Dia diantar Nofika D Nugroho, wartawan Radar Madiun lainnya yang juga meliput di lokasi kejadian. Sesampainya di kantor redaksi, tugas jurnalistik tetap dilakukan. Mengetik berita. Sebelum pulang, Ockta sempat menelepon Kasat Lantas Polres Magetan kala itu. Lapor motornya hilang.
Di kantor redaksi, ekspresi Ockta Prana tak bisa menyembunyikan rasa cemas. Cerita ke sana kemari dengan teman-temannya soal motornya yang hilang. Dilandasi sikap toleran, ada juga teman kantor yang tanya ke ‘orang pintar’. Tujuannya, kira-kira motornya Ockta di mana ya? Usai mengetik, Ockta diantar Didik Hariyono, wartawan Radar Madiun kembali ke lokasi jatuhnya pesawat. Motor pun kembali dicari, di tengah kegelapan malam. Tak ketemu, memutuskan pulang ke rumah. Di tengah jalan, masih di sekitar lokasi kejadian, Ockta sempat melihat sepeda motor dengan helm mirip miliknya. Benar saja, menurut pemilik rumah, sejak pagi motor terparkir di depan rumahnya. Oalaah, ternyata lupa tempat parkir.
Cerita lain lagi saat Didik Purwanto, wartawan yang ditugaskan di Ngawi. Tahun 2007, dia menerima tugas meliput banjir di Desa Kendung, Kwadungan, Ngawi. Berangkat pagi sekitar pukul 06.00, Didik sampai di lokasi, dari rumahnya di Magetan. Motor dititipkan di rumah warga, karena untuk menuju lokasi harus berjalan kaki, sekitar satu kilometer. Kala itu, banjir sekitar setinggi lutut orang dewasa. Dia terus menembus lokasi banjir, untuk mengetahui langsung korban banjir yang lebih parah. Sekitar pukul 11.00 WIB, dia meliput di sekitar salah satu showroom mobil, di Kwadungan. Tapi, ketinggian air banjir terus naik. Dia pun tak bisa pulang. Akhirnya, naik loteng alias atap rumah yang dijadikan showroom itu. Tak tanggung-tanggung, Didik menginap dua malam di lokasi banjir, di loteng, bersama sekitar 25 warga yang kebanyakan orang tua. Motor pun ditinggal dua hari di rumah warga, sekitar satu kilometer dari lokasi tidur Didik Purwanto.
Di kantor redaksi, berbagai upaya disusun untuk bisa mengevakuasi wartawan Didik Purwanto. Misalnya, menghubungi Tim SAR salah satu perusahaan rokok di Surabaya yang memang punya peralatan khusus. Termasuk, menjajaki kemungkinan dijemput oleh kru Radar Madiun. Setelah dua malam tertahan banjir, Didik bersama puluhan warga lain, bisa pulang dengan bantuan evakuasi tim SAR TNI menggunakan perahu karet.
Di atas adalah sekelimut cerita dari ribuan kisah proses peliputan berita oleh wartawan Radar Madiun. Hari ini, 12 Juli 2011, Radar Madiun genap berusia 12 tahun. Terhitung mulai hari ini, ada beberapa perubahan tampilan halaman. Terutama, untuk halaman Radar Ponorogo, Radar Pacitan, Radar Magetan dan Radar Ngawi. Ini semua demi pembaca. (*)
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Radar Madiun

SMPN 2 Magetan Gelar MOPDB

MAGETAN -- Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB) adalah momen bagi siswa baru untuk mengenal lingkungan sekolah barunya. Ini pula yang dilakukan civitas SMP Negeri 2 Magetan kemarin (11/7). Sekolah di Jalan Yos Sudarso tersebut menggelar MOPBD dengan visi serta misi untuk membangun karakter anak didik baru.
‘’Masa orientasi ini kami arahkan siswa baru untuk beradaptasi dan mengenali lingkungan barunya. Sebab, mereka ini memasuki masa transisi, dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama,’’ kata kepala SMP Negeri  2 Magetan H Nursalim.
Kegiatan masa orientasi SMP Negeri 2 Magetan pada tahun ajaran baru 2011 ini dimulai dari sosialisasi pra-MOPDB. Yakni, pengarahan kepada peserta didik baru sebelum mengikuti MOPDB yang digelar seusai upacara tiap hari Senin.
‘’Masa orientasi ini merupakan pembekalan awal mengenai pengenalan sekolah bagi peserta didik baru. Dengan adanya MOPDB diharapkan peserta didik baru akan mengenal lebih dekat kondisi sekolah, baik terhadap kakak kelas, guru, dan karyawan maupun lingkungan sekolah.’’
Dia berharap dengan MOPDB, akan terbangun karakter siswa. Sehingga, dapat membentuk rasa kebersamaan, kedisiplinan, etika yang santun, dan menghindari kegiatan-kegiatan yang bersifat negatif.
Saat pembukaan MOPDB kemarin Nursalim berpesan agar setelah menjadi siswa SMPN 2 Magetan lebih meningkatkan belajar agar kelak dapat berprestasi. Kebiasaan yang kurang baik agar ditinggalkan dan selalu meningkatkan kedisiplinan diri, itulah kunci kesuksesan.
Acara dibuka kepala sekolah dengan menyematkan ID Card peserta MOPDB. Rencananya, MOPDB SMP Negeri 2 Magetan digelar selama tiga hari (11-13 Juli) dengan materi wawasan nusantara, outbond, pengenalan lingkungan, kelompok belajar dan cara belajar. MOPDB itu dikuti 221 peserta didik baru yang meliputi 117 laki-laki dan 104 perempuan. (rif/bar)

SMKN 1 Magetan Siap Cetak Siswa Berwawasan Lingkungan

MAGETAN – Kegiatan edukatif dilakukan SMK Negeri 1 Magetan dalam pelaksanaan masa orientasi siswa (MOS). Yakni, dengan memberikan materi berupa teori maupun praktik sebelum mengikuti kegiatan belajar mengajar kepada siswa baru.
MOS SMK Negeri 1 Magetan digelar selama tiga hari 11-13 Juli 2011, diisi dengan tata cara belajar efektif dan tata tertib siswa. Juga pengenalan lingkungan serta kegiatan ekstrakurikuler. ‘’Termasuk pengenalan tentang praktik kerja industri, budi pekerti serta tata karma,’’ ujar Kepala SMK Negeri 1 Budiyono kemarin (11/7).
Selain itu, siswa baru SMK Negeri 1 Magetan yang berjumlah 520 tersebut juga mendapat pembekalan materi MOS tentang ‘’pengenalan hukum dan tata tertib lalu lintas’’ yang bekerja sama dengan Satlantas Polres Magetan.
‘’Dengan bekal ini, kami berharap, siswa baru lebih mengenal lingkungan sekolah dan dunia barunya. Sebab, banyak perbedaan antara ketika menimba ilmu di SMP dengan SMK,’’ ujar Budiyono.
Untuk materi praktik, MOS SMK Negeri 1 Magetan akan diisi dengan pelatihan baris berbaris, outbond, serta praktik ibadah. ‘’Puncak MOS, kami akan menggelar jalan santai yang diikuti seluruh siswa dan guru serta tenaga administrasi dengan menyusuri jalan protokol di Magetan,’’ ungkap Budiyanto.
Pelaksanaan MOS SMK Negeri 1 Magetan ini mengambil tema, Melalui MOS, kita siapkan calon peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter, berkompeten dan berwawasan lingkungan.
‘’Melalui MOS, kami berharap calon siswa memiliki jiwa disiplin dan tanggung jawab, baik sebagai insane pribadi maupun sosial,’’ terang dia.
Selain itu, lewat MOS pula, SMK Negeri 1 Magetan berharap siswa baru nanti mampu mengembangkan bakat serta potensi. Terutama, pola pikir, sikap dan perilaku yang positif. ‘’Dengan MOS, siswa baru diharapkan memiliki semangat yang besar di lingkungan sekolahnya yang baru pula.’’ (rif/sat/bar)

Cerita Lova, Pelajar SMAN 2 Ngawi yang Lolos Pertukaran Pelajar di Jepang

Dikenalkan Kimono dan Makan dengan Sumpit

Siapa sangka pengalaman berkecimpung di paguyuban paskibraka (pasukan pengibar bendera pusaka) mengantarkan Lova Kharisma Setya, pelajar SMAN 2 (Smada) Ngawi terbang ke Jepang. Selama dua pekan, siswi kelas XII itu tinggal di Negeri Sakura lewat program Jenesys.

DIDIK PURWANTO, Ngawi

GURAT keceriaan tergambar jelas di wajah Lova Kharisma Setya. Matanya terus memandang layar laptop berisi foto-foto unik dan sedikit narsis. Tampak di foto itu dia mengenakan kimono, pakaian tradisional Jepang. Hasil jepretan kamera lainnya, Lova mejeng bareng sejumlah pelajar Negeri Sakura.

Gadis berjilbab itu baru saja pulang dari Jepang mengikuti program pertukaran pelajar Japan East Asia Network of Exchange for Students and Youths atau lebih dikenal dengan istilah Jenesys.

Lova dikatakan siswa yang beruntung bisa katut program itu. Maklum, seleksinya terbilang ketat. Di samping andal di pelajaran akademis, pelajar yang mengikuti seleksi harus berlatar belakang paskibraka. Kemampuan Bahasa Inggris mumpuni menjadi nilai plus gadis berkulit sawo matang tersebut terpilih dari ratusan peserta yang lain. ‘’Meski berawal dari paskibraka, ternyata seleksi akademisnya juga tak kalah penting,’’ ungkap Lova.

Lova lantas bercerita panjang lebar selama dua pekan di Negeri Matahari Terbit. Bersama 23 pelajar dari berbagai daerah di Indonesia, gadis murah senyum itu mengunjungi Osaka dan Kobe. 

Mengawali kunjungan, rombongan singgah di Kedutaan Besar RI dan pabrik observasi barang-barang bekas. ‘’Di pabrik barang bekas yang tidak saya lupakan. Bagaimana bisa melakukan observasi yang brilian di sana,’’ ucap putri pasangan Setya Budi dan Dwiana Winarsiati itu.

Kesempatan tersebut juga digunakan untuk bertanya-tanya seputar pengolahan sampah di Jepang. Ya, meski Osaka termasuk kota besar, nyaris tak ada sampah yang berserakan di jalan-jalan. Sampah-sampah itu didaur ulang untuk dijadikan bahan-bahan bermanfaat. ‘’Seperti kompos, juga ada yang untuk kerajinan,’’ paparnya.

Selama di Jepang, Lova juga berkesempatan mengikuti proses belajar mengajar (PBM) di salah satu sekolah setingkat SMA. Sistem pengajaran di sana berbeda jauh dengan Indonesia. Siswa diberi keleluasaan penuh menempuh pendidikan yang diminati. Mirip pola pengajaran di bangku kuliah. ‘’Dan, yang menyenangkan itu moving class. Setiap hari berpindah dari ruang ke ruang,’’ tuturnya.

Tak jarang, siswa diajak belajar outdoor di alam terbuka. Sementara, ruangan-ruangan penuh dengan piranti berbasis teknologi. Dengan metode pembelajaran semacam itu, siswa lebih mudah mengerti dengan materi yang diajarkan.

Bagi Lova, yang paling berkesan saat berada di Jepang adalah ketika tinggal bersama house parent penduduk asli Jepang. Dia diperkenalkan dengan kimono, makan dengan sumpit dan tata cara berkomunikasi dengan warga. ‘’Saya tinggal di keluarga Tanaka Koichi, seorang dokter spesialis. Warga Jepang sangat menjunjung adat istiadat dan menghargai orang lain,’’ ungkapnya.****(isd)

STKIP PGRI Ponorogo


Ogah Ketinggalan Konsep Pendidikan
STKIP PGRI Ponorogo merupakan salah satu perguruan tinggi tertua di Ponorogo. Dalam usianya yang panjang itu, pengalaman di dunia pendidikan sudah terbilang matang, terutama dalam mencetak tenaga pendidik profesional.
Nah, terkait upaya mencetak tenaga pendidik andal, STIKIP punya terobosan menarik. Perguruan tinggi tersebut sengaja mendirikan Labschool. Kali pertama berdiri pada 2002, didirikan SMP. Kemudian, pada 2007 merambah SD dan SMA. Untuk jenjang SD dan SMA, masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan SD Immersion. Sedangkan SMP-nya SMP Terpadu.
Labschool tidak saja menjadi pilihan bagi para guru di Ponorogo, tetapi juga sebagai tempat mengasah ilmu mahasiswa STIKIP PGRI. Mereka dapat mengaplikasikan metode, strategi, maupun teknik pengajaran yang bersifat dinamis dan berbeda dengan sekolah-sekolah lain. ”Labschool ini memang didesain untuk membina calon guru dan guru untuk menguasai konsep pendidikan yang terus berkembang.” kata Dolar Yuwono, Direktur Labschool.
Sentuhan mahasiswa STIKIP maupun guru mampu mengantar SD, SMP, maupun SMA binaan Labschool menjadi sekolah yang diperhitungkan di Kota Reyog. Beberapa siswanya pun telah berhasil menorehkan prestasi gemilang, baik di Ponorogo, eks Karesidenan Madiun, bahkan tingkat nasional.
SMA Immersion misalnya, siswanya pernah meraih juara I dan III sayembara cerpen tingkat nasional. Prestasi gurunya tak kalah moncer. Salah satunya, Pak Suyud. Dia telah 4 kali mendapatkan medali emas bidang pengembangan materi pembelajaran berbasis teknologi informasi.
SD Immersion tak mau kalah. Beberapa guru sekolah itu, di antaranya Bu Ririen dan Bu Yoni, sempat menyabet juara II dan harapan sayembara menulis buku anak tingkat nasional 2008. Bahkan, Bu Peni, kepala sekolah, sudah 6 kali memenangkan kepenulisan tingkat nasional dan 9 kali tingkat provinsi. Sedangkan tahun 2010, giliran Bu Hana yang memenangi lomba penulisan buku bacaan tingkat provinsi.
Labschool yang ada di lembaga ini, bagi saya sangat positif . Karena mahasiswa secara mendapat pengalaman mengajar langsung di sekolah rintisan kampusnya sendiri,” kata salah satu mahasiswa STIKIP.
Bagaimana dengan siswa? Bima, salah satu murid SD Immersion, mengaku enjoy menuntut ilmu di sekolahnya. ”Soalnya, di sini (SD Immersion, Red) belajarnya sambil bermain,'' ujar bocah itu.
Ya, pembelajaran di Labschool memang variatif. Siswa tidak hanya menerima materi pelajaran melalui tatap muka di kelas, tapi juga secara outdoor seperti dalam kegiatan fieldtrip dan outbond. (*)


Selalu Kedepankan Komunikasi
SEOLAH tancap gas, Pak Kasnadi yang terbilang belum lama menahkodai STKIP PGRI Ponorogo, langsung melakukan sejumlah gebrakan. Aroma perubahan pun terasa di lingkungan kampus di Jalan Ukel itu. Terutama terkait tata kelola administrasi dan kemahasiswaan.
Terobosan Pak Kasnadi berbuah manis. Tahun ini, STKIP PGRI Ponorogo meraih penghargaan dari Depdiknas sebagai perguruan tinggi non universitas berprestasi bidang kelembagaan dan tata kelola kemahasiswaan.
''Komunikasi yang baik antar komponen dalam perguruan tinggi, termasuk dengan mahasiswa,'' beber Pak Kasnadi mengungkapkan salah satu kiat suksesnya memimpin STKIP PGRI Ponorogo hingga mampu berprestasi di tingkat nasional.
Selain sebagai dosen, Pak Kasnadi adalah seorang penulis andal. Bahkan, dia pernah menjadi jawara Lomba Mengulas Karya Sastra (LKMS) tingkat nasional 2003. Berbagai tulisannya pun mewarnai media lokal maupun nasional seperti Jawa Pos. Bersama Pak Sutejo, sahabatnya, Pak Kasnadi telah melahirkan belasan buku yang tidak saja jadi pegangan para mahasiswanya, tetapi juga acuan beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. (*)

Bersaing dengan Wakil PTN-PTS Ternama

Tim Debat Bahasa Inggris
Lolos NUEDC Nasional
STKIP PGRI Ponorogo ternyata punya tim debat bahasa Inggris yang patut diperhitungkan. Di ajang National University English Debate Championship (NUEDC) regional Jatim, tim STKIP PGRI masuk 7 besar.
Atas hasil itu tim debat bahasa Inggris STKIP PGRI Ponorogo yang terdiri Melindha Susila Rini, Junia Purwati, dan Erika Nova A, berhak maju ke ajang yang sama tingkat nasional. ‘’Untuk seleksi regional Jatim lombanya 18-19 Mei 2011 di Malang,’’ ujar Melindha.
Keberhasilan ‘Three Angels’ asal STKIP PGRI Ponorogo lolos NUEDC tingkat nasional tak pelak disambut suka cita. Maklum, mereka mampu menyisihkan puluhan tim dari PTN dan PTS ternama di Jawa Timur yang difavoritkan di ajang itu. “Dari lomba itu kami dapat pengalaman baru yang  mengesankan,” katanya.
Pada 21-26 Juni 2011, Melindha, Junia dan Erika bertolak ke Semarang untuk kembali bersaing  dengan PTN dan PTS seluruh Indonesia. Termasuk melawan tim dari Universitas Indonesia, Satyawacana Salatiga, Undip Semarang, dan Atmajaya Jakarta. 
Meski gagal juara, Malindha cs tetapi bangga karena setidaknya mampu membuktikan bisa bersaing dengan para peserta yang sudah teruji di ajang tingkat nasional. Bahkan, tim dari kampus di Jalan Ukel Ponorogo itu tercatat satu-satunya STKIP PGRI yang lolos NUEDC tingkat nasional. ‘’Pastinya keberhasilan ini tak lepas dari dukungan pihak kampus, para dosen pembimbing, dan teman-teman,’’ ujarnya. (*)


Undang Kritikus Sastra dari UI

Ratusan Pelajar Ikuti
Lomba Kepenulisan
UNTUK kesekian kalinya, STKIP PGRI Ponorogo mengadakan kegiatan berbasis kepenulisan. Pada 15 Mei 2011 lalu, Perhimpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (PEMBAHAS) STKIP menggelar lomba kepenulisan. Lomba bertajuk Sayembara Cipta Karya Puisi, Cerpen, dan Artikel 2011 itu diikuti ratusan pelajar SMA/MA se-eks Karesidenan Madiun. Kegiatan kali ini mengusung tema Potret Budaya Masa Kini.
Kegiatan yang merupakan rangkaian Dies Natalis STKIP PGRI Ponorogo ke-35 itu menghadirkan juri praktisi di bidangnya. Yakni, Pak Beni Setia, Pak Aming Aminoedhin, dan Pak Sutejo.  “Kegiatan ini sebagai wadah berkompetisi dan berkreasi bagi pelajar di bidang kepenulisan,'' ungkap Nur Wachid, ketua panitia.
Menurut Nur Wachid, total karya yang masuk sebanyak 129. Dari jumlah itu, 126 lolos seleksi administrasi. Kemudian, diambil 10 karya terbaik masing-masing kategori. Pada 26 Juni 2011, para nominator diwajibkan mempertanggungjawabkan orisinalitas karyanya  di depan para juri.
Sebagai  puncak kegiatan ini, pada 10 Juli lalu digelar Ngaji Sastra dan Kepenulisan yang menghadirkan Maman S. Mahayana. Dia adalah kritikus sastra dari Universitas Indonesia (UI) yang selama dua tahun terakhir menjadi dosen tamu di Korea Selatan. ''Kehadiran Pak Maman tak lepas dari peran dosen dan alumni STKIP yang getol di bidang kepenulisan tingkat nasional,'' urainya.
Sayembara kepenulisan ini mendapat apresiasi positif Ketua STKIP PGRI Ponorogo Pak Kasnadi. “Kepada para pemenang, teruslah berkarya dan sukses di masa depan dengan kepenulisan. Seluruh peserta yang tidak masuk 10 finalis akan mendapatkan bimbingan dan pelatihan menulis langsung dari STKIP PGRI Ponorogo tanpa dipungut biaya dalam waktu dekat,” tuturnya. (*)

Kreativitas Antar Indri Masruroh Jadi Pemuda Pelopor Nasional

Pernah Diundang
 Jadi Narasumber
Acara di Sulawesi Utara

Kreativitas Indri Masruroh membuat alat peraga dan permainan edukatif berbuah penghargaan bergengsi. Mahasiswi semester VI STKIP PGRI Ponorogo itu tahun lalu dinobatkan sebagai Pemuda Pelopor Tingkat Nasional bidang pendidikan. Bagaimana ceritanya?
_________

TIGA tahun terakhir Indri Masruroh mengabdikan diri sebagai guru TK di Desa Plancungan, Kecamatan Balong, Ponorogo. Indri yang biasa melihat limbah seperti jerami, kardus, ampas kelapa dan sebagainya, menggelitik benaknya untuk memanfaatkan bahan-bahan itu.
Jadilah berbagai alat peraga dan permainan edukatif telah dia ciptakan. Di antaranya, alat hitung dari janggel jagung dan huruf dari ampas kelapa. Juga puzzle dan topeng kreasi dari kardus bekas. Dia juga menciptakan rumput pintar, pohon pintar, gerobak mimpi, sibotung, kereta disiplin, kostum tari dari jerami, dan sebagainya. ‘’Alat peraga dan permainan ini sangat membantu proses belajar anak-anak, di samping menghemat biaya operasional pembelajaran di sekolah,’’ ujar Indri.
Kreasinya itu secara tidak langsung juga ikut mengurangi kerusakan alam, terutama pencemaran tanah. ‘’Berkat alat peraga dan permainan edukatif itu anak-anak sering menjuarai berbagai lomba dan lebih aktif dalam kegiatan berlajar mengajar,’’ ungkapnya.
‘’Dalam proses pembuatannya, kami juga melibatkan anak-anak. Saya juga banyak dibantu oleh teman-teman guru lain dan juga wali murid serta warga desa,’’ imbuh anak ketujuh dari delapan bersaudara ini.
Berkat kreativitasnya mengolah bahan limbah dan barang bekas itu pula tahun lalu Indri menyabet penghargaan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional bidang pendidikan. Sejak itu, dia sering diminta menjadi narasumber di beberapa acara, baik di Ponorogo maupun luar kota. Pertengahan Maret lalu misalnya, Indri menjadi narasumber acara bertajuk Get Inspired! di Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Utara, yang diprakarsai BBC Indonesia dan Detikcom.
Tak jarang pula dia diundang menjadi juri berbagai lomba dan mengisi pelatihan. “Pintar nggak harus mahal. Bakat belum tentu, kreativitas itu lebih penting. Selain itu, tinggal bagaimana niat dan ketekunan untuk melakukan yang terbaik,” tuturnya. (*)


 Pusat Gurunya Manusia 
Dies  Natalis STKIP PGRI Ponorogo ke-35 dirayakan besar-besaran. Beberapa kegiatan besar seperti Rover Ranger Challenge (RRC), diklat jurnalistik, sayembara cipta karya,  English Debate Contest, serta jalan santai mewarnai 35 tahun berdirinya kampus di Jalan Ukel ini.
Sebagai puncak acara 11 Juni 2011, diadakan seminar nasional yang  mengundang dua  pakar pendidikan yaitu Munif Chotib dan Dolar Yuwono. Sekitar 900 peserta yang berasal dari Ponorogo dan sekitarnya mengikuti seminar yang dibuka Ketua STKIP PGRI Pak Kasnadi dan mengundang keynote speaker Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo Pak Dwikorahadi Meinanda ini. ’’Pembelajaran satu teknik atau satu metode saja tidak cukup untuk  membelajarkan semua,’’ terang Pak Dolar Yuwono, lewat makalah yang berjudul One Size doesn’t Fit All.
Sedangkan pakar multiple intellegences sekaligus penulis buku-buku best seller Munif Chatib mengatakan bahwa semua anak pada dasarnya cerdas. ’’Anak yang cerdas adalah anak yang kreatif yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri,’’ tuturnya.
Sementara Pak Kasnadi berharap, ke depan kampus yang dipimpinnya akan menjadi pusat gurunya manusia yang mendidik dengan hati. Juga membentuk figur guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas dalam menekuni bidang pendidikan. (*)

Crew liputan:
 
Exmud Online © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum