Pages

Selasa, 10 Mei 2011

SMP Negeri 3 Dolopo Kabupaten Madiun

Pelajar Santun berkat Budaya 5S
SELAIN orang tua, kesuksesan seseorang nggak lepas dari peran guru. Itu pula yang mendasari SMPN 3 Dolopo (Spentido) Kabupaten Madiun menanamkan pada diri siswanya agar selalu menghargai guru-gurunya.
Sikap menghargai guru itu merupakan bagian dari pembiasaan di Spentido, yaitu 5S. “Yaitu singkatan dari senyum, salam, sapa, sopan, dan santun,” ujar Pak Subroto, Kepala SMPN 3 Dolopo.
Menurut Pak Subroto, budaya 5S bisa membentuk akhlak pelajar yang baik.
“Penerapan 5S ini berdampak positif bagi siswa. Akhlak mereka menjadi lebih baik dan menghargai guru. Saya sangat bangga karena budaya dan pembiasaan–pembiasaan di sekolah ini berbeda dengan sekolah lain,” sambung suami dari Bu Herin LH, Kepala TK Wijaya Kusuma Doho, ini.
Meskpun begitu, bukan berarti Pak Subroto melupakan aspek akademis siswa. Buktinya, meski usia Spentido masih terbilang muda, soal prestasi nggak mau kalah sama sekolah yang sudah puluhan tahun berdiri. Di antaranya mencatat angka kelulusan 100 persen.
Prestasi siswa di bidang olahraga juga oke lho. Antara lain juara I lari se-Kabupaten Madiun, juara II lompat jauh putri se-Kabupaten Madiun, juara harapan I bola voli se-Kabupaten Madiun, dan masih banyak lagi.
Pak Subroto sendiri bukan orang baru di dunia pendidikan. Pria yang saat ini sedang menempuh program S2 di Universitas Islam Malang itu sudah punya jam terbang tinggi sebagai pendidik. Berawal dari mengajar di SMPN 3 Slawi, Tegal, Jawa Tengah, Pak Subroto hijrah ke Jawa Timur untuk mengajar di beberapa SMP negeri di Kabupaten Madiun.
Kemudian, Pak Subroto “naik gunung” ke Desa Suluk, untuk mengajar di SMPN 3 Dolopo mulai tahun 2007, hingga akhirnya dipercayai memimpin sekolah ini. “Visi dan misi saya sebagai kepala sekolah ini yaitu tangguh dalam prestasi, budi, religi, dan simpati lingkungan,” kata Pak Subroto
Bapak Subroto merupakan salah satu orang yang turut berperan dalam berdirinya SMPN 3 Dolopo. Di bawah kepemimpinannya pula sekolah ini berhasil mendapatkan akreditasi A. Lalu apa target ke depan untuk SMPN 3 Dolopo? “Target saya pada tahun 2014 SMPN 3 Dolopo menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Sekolah Adiwiyata,” ujarnya. (rc/dp/es/waw)

Ajari Siswa Mandiri lewat Ekskul Anyaman
EKSKUL anyaman? Baru dengar kan? Ya, ekskul ini menjadi andalan di SMPN 3 Dolopo (Spentido) Kabupaten Madiun, dan mungkin merupakan yang pertama dan satu-satunya di Kabupaten Madiun.
“Ekstra anyaman mulai diselenggarakan di sekolah sejak SMPN 3 Dolopo
dipimpin Pak Sugito (kasek pertama) dan terus berlanjut sampai sekarang di bawah kepemimpinan Pak Subroto,’’ kata Bu Djasmiati, pembina ekskul anyaman ini.
Bukan tanpa alasan SMPN 3 Dolopo mengadakan ekskul anyaman. Menurut Bu Djasmiati, eksul ini sengaja diadain agar anak-anak mendapatkan keterampilan (life skill). ‘’Dan diharapkan setelah lulus dari sekolah ini, mereka mampu membuka usaha sendiri,” terang Bu Djasmiati.
Tak mau tanggung, awalnya sekolah mendatangkan pembina dari luar yang ahli membuat tas anyaman selama 3 kali pertemuan. Sekarang ekskul ini dibina oleh empat guru yaitu Pak Suwito, Bu Djasmiati, Bu Hanik, dan Bu Nanik. Kegiatan ekskul ini diadakan seminggu sekali pada hari Jumat mulai pukul 08.00. “Hasil anyaman saat ini antara lain tas, tompo, dan keranjang ayam. Ukurannya pun beragam. Mulai dari kecil, sedang, hingga ukuran besar,” ujar Bu Hanik.
Bahan membuat kerajinan anyaman berasal dari plastik. Sedangkan lama pembuatannya biasanya tergantung kemampuan siswa. Mereka yang sudah terampil bisa menyelesaikan satu tas ukuran besar dalam waktu cuma sehari. Sedangkan, siswa yang belum terampil butuh 2-3 hari.
“Asyik ikut kegiatan ini, karena bisa nambah uang saku. Selain itu, lewat ekskul ini aku bisa melatih kesabaran, ketelatenan, keuletan dan kemandirian,” kata ,” kata Didik Pitono, salah satu siswa yang mengikuti ekskul anyaman.
Ikut ekskul anyaman bisa nambah uang saku? Kok bisa? Soalnya, tas-tas bikinan siswa itu dijual. Nah, setiap satu tas yang laku terjual, siswa mendapat keuntungan Rp. 1.000 dari sekolah. Keren kan? “Dengan cara itu, siswa dapat menambah uang saku mereka. Jadi, bisa meringankan beban orang tua,” ungkap Bu Nanik
“Selain siswa sendiri yang menjual produk hasil anyaman ke lingkungan sekitar rumah masing-masing, produk ini juga dipasarkan di toko-toko sekitar sekolahan,” tambahnya.
Hasil kerajinan anyaman SMPN 3 Dolopo juga pernah dipamerkan di Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun, GOR Pangeran Timur Caruban, dan Pujapo Dolopo. Keunggulan tas anyaman bikinan siswa SMPN 3 Dolopo yaitu tahan lama, praktis, dan modelnya gaul. (ty/an/dk/waw)

Kembangkan Dongkrek dan Reog

GENERASI sekarang sudah banyak yang lupa pada budaya tradisional. Tapi tidak bagi anak-anak SMPN 3 Dolopo (Spentido) Kabupaten Madiun. Sebaliknya, mereka sangat menyukai seni khas daerah. Salah satunya dongkrek.
‘’Seni dongkrek dikembangkan di sekolah ini sejak setahun lalu. Grup dongkrek sekolah ini juga sudah pernah mengikuti lomba di tingkat Kabupaten Madiun,’’ kata Bu Retno, pembina seni tari.
Selain dongkrek, di Spentido juga dikembangkan seni reog Ponorogo. “Sebagian murid sudah pandai memainkan gendang, jatilan, ganong, dan merak. Bahkan mereka ikut tergabung dalam kelompok Reog Ponorogo yang ada di Ngebel untuk mengikuti berbagai festival di luar daerah Ponorogo dan Madiun,” tutur Bu Indah yang juga pembina tari Spentido.
Agus, siswa Spentido yang bisa memerankan buto (raksasa) dalam seni dongkrek, mengaku tak lagi minder setelah menekuni kesenian asli Kabupaten Madiun ini. “Nggak minder lagi. dDngan postur tubuh saya yang besar ternyata dibutuhkan dalam peran sebagai raksasa di seni dongkrek ini,” ujarnya.
“Saya senang dengan adanya ekskul seni dongkrek di sekolah karena saya bisa lebih mengenal lagi budaya asli Madiun. Selain itu, bisa mengembangkan bakat seni saya tanpa repot-repot mencari sanggar tari,” ungkap Ajeng, peserta ekskul seni dongkrek lainnya. (rc/waw)

Ada Uji Nyalinya Juga, Lho
AKHIR Maret lalu SMPN 3 Dolopo ngadain kegiatan pramuka Lomba Tingkat 1 (LT 1). Kegiatan ini merupakan pertama kalinya diadain Kwartir Ranting Dolopo dan Spentido adalah sekolah yang pertama menyelenggarakannya. Hebat kan?
“Awalnya, saya sedang mengikuti pertemuan pembina di Kwartir Cabang Madiun.
Di situ ada informasi kalau tahun ini akan diadakan pendaftaran Pramuka Garuda. Dari situlah, saya berkeinginan mengadakan LT 1 di Kwartir Ranting Dolopo,” ungkap Kak Ipung, pembina pramuka SMPN 3 Dolopo
Kata Kak Ipung, LT 1 bertujuan memenuhi syarat Pramuka Garuda dan memberikan pengalaman serta wawasan pada siswa. LT 1 diisi dengan berbagai kegiatan seru dan menantang, seperti penjelajahan ke sawah, sungai, dan hutan. Tak kalah serunya uji nyali dengan menuruni jembatan dengan seutas tali dari ketinggian 15 m.
“Asyik banget, jadi lebih semangat mengikuti pramuka. Juga bisa mempererat persaudaraan karena kita bersosialisasi dengan masyarakat,” ungkap Ferdian, pemimpin regu Elang, pemenang LT 1. (rc/dp/es/waw)


Belajar Alquran lewat Ekskul Qiro’ah
NUANSA religius langsung terasa, begitu menginjakkan kaki di SMPN 3 Dolopo. Maklum, sekolah ini nggak hanya fokus pada kemampuan akademis, tapi juga aspek spiritual siswa. Beberapa upaya yang dilakukan pihak sekolah antara lain mengadakan ekstrakurikuler qiro’ah,
penambahan jam untuk pendidikan agama Islam, pembiasaan menghafal surat-surat pendek serta ditambah budaya masjid, dan guru-guru putri yang seluruhnya berjilbab.
Ekstrakurikuler qiro’ah di SMPN 3 Dolopo dibimbing oleh Bu H. Anik Purwati dan Bu Siti Syamsiatun. Mereka mengajar dengan cara memberikan materi (maqro) dan lagu-lagu qiro’ah yang sesuai dengan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Quran) agar siswa mengetahui tentang ilmu tajwid dan makhorijul khuruf. “Saya bangga mempunyai anak didik yang mau mengikuti ekskul qiro’ah,” ujar Bu Anik
“Bahkan mereka pernah mewakili sekolah yaitu MTQ di Dinas Pendidikan, dan MTQ di tingkat Kecamatan Dolopo,” tambah bu guru yang pernah menjuarai MTQ tingkat Kabupaten Madiun ini.
Saat ini siswa yang mengikuti ekskul qira’ah ada 25, dan semuanya berprestasi. “Niat dan semangat sangat penting dalam mengikuti ekskul ini. Saya yakin semua siswa bisa membaca Alquran dengan baik asalkan ada niat dan semangat untuk belajar,” kata Bu Siti.
Tak hanya di sekolah, siswa juga dianjurkan membiasakan membaca Alquran di rumah masing-masing. Bahkan, seluruh siswa 3 Dolopo diwajibkan menghafalkan surat-surat pendek sesuai target yang ditentukan sekolah. “Seneng banget bisa ikut ekstra qiro’ah,” kata Anisa, siswi kelas VIII. (an/ty/waw)

Masuk Kelas Lepas Sepatu, Teras Pun Kinclong

KEBERSIHAN adalah sebagian dari iman. Hadist Rasulullah SAW itu diterapkan betul oleh SMPN 3 Dolopo. SMP yang berada di jalur menuju Telaga Ngebel ini getol menjaga
kebersihan sekolah. Tapi, cara yang dilakukan berbeda dengan sekolah lain.
Penerapan budaya bersih di SMPN 3 Dolopo terbilang unik. Yaitu, mengadopsi budaya masjid. Siapa saja harus melepas sepatu atau alas kaki ketika masuk kelas maupun ruangan-ruangan lain di sekolah.
Budaya lepas sepatu ini diberlakukan semenjak sekolah berdiri empat tahun silam. Ide ini muncul karena halaman sekolah yang masih berupa tanah, sehingga saat musim hujan halaman menjadi becek. “Kalau lingkungan bersih kita jadi nyaman belajar,” kata Indah, siswa kelas VIII.
Maka, jangan heran kalau teras kelas-kelas di SMPN 3 Dolopo selalu tampak kinclong. Lantas ditaruh di mana sepatu-sepatu itu? Sekolah sengaja menyediakan rak sepatu di setiap depan kelas. Dan jangan berharap bisa masuk dalam kelas dengan memakai sepatu kalau nggak ingin diberi sanksi.
“Pertama kali melihat, saya terkejut kok ada sekolah yang menerapkan budaya lepas sepatu. Sekolah ini menjadi tampak bersih didukung lokasinya di daerah pegunungan yang asri. Patut dicontoh sekolah lain,” ujar Pak Mustari, salah satu wali murid.
Kebersihan SMPN 3 Dolopo juga didukung program pemilahan sampah. Tempat sampah di sekolah ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik (warna hijau), sampah kertas (kuning), dan sampah plastik (merah). “Tempat sampah yang berwarna berbeda ini dimaksudkan agar siswa bisa memilah mana sampah yang dapat didaur ulang dan tidak,” kata Pak Suwito, guru PLH.
Masalah kebersihan sekolah memang sangat diperhatikan di SMPN 3 Dolopo. Bukan cuma budaya lepas sepatu dan pemilahan sampah, tetapi juga program peduli lingkungan terkait global warming. “Untuk menuju sekolah Adiwiyata, kami mempunyai program one man one tree. Maksudnya, setiap anak diberi tugas untuk menanam tumbuhan ke sekolah dan diwajibkan untuk menjaganya” tutur Pak Subroto, kepala sekolah.
“Tumbuhan yang dibawa biasanya tumbuhan pelindung seperti pohon jati dan trembesi. Tumbuhan produktif seperti ketela pohon dan jagung. Tumbuhan obat dan tumbuhan yang menghasilkan buah misalnya durian, klengkeng, jambu, dan rambutan,” tambahnya. (rc/ty/an/waw)


Crew Liputan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Exmud Online © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum